Home » “Maleficent”: Sisi Lain Dongeng Sleeping Beauty yang Menggugah Emosi

“Maleficent”: Sisi Lain Dongeng Sleeping Beauty yang Menggugah Emosi

maleficent mistress of evil maleficent mistress of evil
Film Maleficent (2014) menghadirkan sudut pandang baru dari kisah klasik Sleeping Beauty karya Charles Perrault. Alih-alih menyoroti kehidupan sang putri, film garapan Disney ini mengupas kisah mendalam dari tokoh yang selama ini dikenal sebagai antagonis: Maleficent.

Disutradarai oleh Robert Stromberg, Maleficent mengusung genre fantasi dan petualangan yang memikat. Cerita dimulai jauh sebelum kutukan putri tidur terjadi, saat maleficent seorang peri bersayap baik hati masih tinggal di negeri Moors.

Maleficent kecil (Ella Purnell) tumbuh sebagai penjaga Moors yang disukai banyak makhluk. Suatu hari ia bertemu Stefan kecil (Michael Higgins), seorang anak manusia yang tertangkap mencuri batu berlian di Moors. Alih-alih marah, Maleficent justru memaafkan dan menyelamatkannya. Pertemuan itu menjadi awal dari persahabatan mereka yang semakin erat seiring berjalannya waktu.

Namun saat dewasa Stefan (Sharlto Copley) mulai ambisius mengejar kekuasaan dan menjauh dari Moors. Di sisi lain, Mlaeficent (Angelina Jolie) tumbuh menjadi peri kuat yang mampu melindungi negerinya dari serangan pasukan Raja Henry (Kenneth Cranham).

Raja Henry kalah. Tidak terima dengan kekalahannya, ia mengadakan sayembara bahwa siapapun yang dapat mengalahkan Maleficent akan dinikahkan dengan putrinya, dalam kata lain akan menjadi menantunya. Stefan mengambil kesempatan ini. Ia mengkhianati Maleficent dengan kejam, ia memotong kedua sayap Maleficent dan membuat Maleficent kehilangan kepercayaan pada kebaikan dan cinta.

Dari sinilah Maleficent berubah menjadi sosok yang kejam. Bersama Diaval (Sam Riley), siluman gagak yang menjadi pelayannya, Maleficent mengetahui bahwa Stefan telah menjadi raja dan memiliki seorang anak bernama Aurora.

Tanpa undangan, Maleficent datang ke acara pembaptisan sang bayi dan memberikan kutukan yang mengerikan yaitu Aurora akan tertusuk jarum dan tidur selamanya saat usia 16 tahun, hanya bisa bangun oleh ciuman dari cinta sejati.

Dalam upaya menyelamatkan sang putri, Raja Stefan menyembunyikan Aurora di hutan bersama 3 peri kecil yang merawatnya. Namun diam-diam Maleficent mengikuti mereka dan tanpa disadari mulai peduli dan menyayangi Aurora yang lugu dan ceria. Seiring waktu, kasih sayang tulus pun tumbuh. Maleficent bahkan mulai bersikap seperti ibu peri bagi Aurora (Elle Fanning) dan menganggap Maleficent sebagai pelindungnya.

Tragisnya, kutukan tetap tak terhindarkan. Di usia 16 tahun, Aurora akhirnya tertusuk dan tertidur. Para peri panik mencari pangeran untuk menyelamatkan sang putri, tapi ciuman dari sang pangeran tak berhasil mematahkan kutukan.

Di sinilah film Maleficent menyajikan twist emosional yang menyentuh: ciuman cinta sejati bukan datang dari pasangan, melainkan dari Maleficent sendiri, seorang sosok ibu peri yang penuh penyesalan dan kasih sayang tulus.

Dengan visual yang memukau dan alur cerita yang kuat, Maleficent menjadi film fantasi yang tak hanya menghibur, tetapi juga menggugah perasaan. Film ini menunjukkan bahwa tidak semua tokoh antagonis dilahirkan jahat—kadang luka dan pengkhianatan yang membentuk mereka. Dan bahwa cinta sejati bisa datang dari tempat yang paling tak terduga.

Film Maleficent menyampaikan pesan moral yang kuat tentang arti cinta sejati, pentingnya memaafkan, dan belajar memahami kisah seseorang dari sudut pandang yang berbeda. Lewat karakter Maleficent, penonton diajak untuk tidak terburu-buru menghakimi hanya dari penampilan atau citra luar semata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *