Sumbu Filosofi Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Dunia

Sumbu Filosofi Yogyakarta (Photo: kratonjogja.id)
Sumbu Filosofi Yogyakarta (Photo: kratonjogja.id)

UNESCO menetapkan Sumbu Filosofi Jogja sebagai warisan budaya dunia. Keputusan itu diambil Senin dalam pertemuan Komite Warisan Dunia UNESCO di Riyadh, Arab Saudi.

Dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi Jogja sebagai situs warisan dunia, kini Indonesia memiliki 5 situs warisan budaya dunia, yaitu Candi Borobudur (ditetapkan pada tahun 1991), Candi Prambanan (1991), Reruntuhan Sangiran (1996), Subak Bali (2012) dan Tambang batubara Ombilin Sawahlunto (2019).

Serangkaian proses untuk menjadikan Sumbu Filosofi (The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks)sebagai warisan budaya dunia telah berlangsung sejak tahun 2014. Melalui berbagai tahapan, mulai dari penelitian akademis, administrasi, dan kunjungan.

Saat giliran membahas nominasi Indonesia dalam sidang tersebut, International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) mengawali dengan penjelasan singkat mengenai Poros Filosofis. Penyajiannya meliputi makna, nilai, atribut dan filosofi.

Berbeda dengan nominasi Warisan Dunia dari negara lain, proses identifikasi Poros Filosofis sebagai Warisan Budaya Dunia berlangsung relatif cepat. “Selamat untuk Indonesia [atas lolosnya Sumbu Filosofi menjadi Warisan Budaya Dunia],” kata Ketua Komite Warisan Dunia Abdulelah Al-Tokhais.

Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz Ahmad, selaku ketua delegasi pemerintah Indonesia yang menghadiri sidang tersebut menyampaikan terima kasih kepada Komite Warisan Dunia UNESCO yang telah menetapkan Filsafat Poros Yogyakarta masuk dalam warisan dunia. . Daftar. “Kami merasa terhormat dapat menyumbangkan mutiara ini ke dalam Daftar Warisan Dunia, yang merupakan perpaduan indah antara warisan budaya benda dan takbenda,” kata Abdul Aziz.

Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, yang hadir dalam sidang tersebut mewakili Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, menyebutkan keberhasilan ini merupakan hasil kerja sama semua pihak dan merupakan penghargaan atas mahakarya Sri Sultan Hamengku Buwana I, pemrakarsa Sumbu Filosofi yang penuh dengan nilai filosofi. “Adalah kewajiban kita untuk melestarikan Sumbu Filosofi ini dengan segala atribut yang menyertainya,” ujar Sri Paduka ketika membacakan sambutan Gubernur DIY dalam kesempatan itu.

Sumbu Filosofi Yogyakarta, yang dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO bertajuk lengkap the Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks, diakui sebagai warisan dunia karena dinilai memiliki arti penting secara universal.

Sumbu Filosofi Yogyakarta ini dicetuskan pertama kali oleh Raja Pertama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada abad ke-18. Konsep tata ruang ini dibuat berdasarkan konsep Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang dari Panggung Krapyak di selatan menuju utara ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan sampai di Tugu Jogja.

Struktur jalan tersebut, diikuti dengan beberapa kawasan di sekitarnya yang dipenuhi simbol-simbol filosofis, melambangkan falsafah Jawa tentang keberadaan manusia, antara lain siklus hidup manusia (Sangkan Paraning Dumadi), kehidupan harmonis antar manusia, dan antara manusia dengan alam. (Hamemayu Hayuning Bawana), hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta serta antara pemimpin dengan manusia (Manunggaling Kawula Gusti), serta dunia mikro dan makro.

Berbagai tradisi dan praktik budaya Jawa, baik dalam pemerintahan, hukum adat, seni, sastra, festival dan upacara, masih dianut di sekitar wilayah Sumbu Filosofi pada khususnya dan di Yogyakarta pada umumnya. Hal ini juga menjadi bukti peradaban Jawa dan tradisi budayanya yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Pemerintah daerah DIY berharap dengan ditetapkannya poros filosofis sebagai situs warisan dunia dapat mendorong seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya di DIY tetapi juga di seluruh Indonesia, untuk bersama-sama melestarikan warisan budaya dan warisan budayanya. “Kami berharap penetapan ini dapat dijadikan ajang pembelajaran serta salah satu referensi dan inspirasi bersama akan nilai-nilai universal yang diperlukan untuk menciptakan dunia yang lebih baik di masa depan,” ujar Dian Lakshmi Pratiwi.

Latest Article